Selasa, 26 Februari 2008

Masa Kecil Mereka


Cerita masa kecil selalu berbeda setiap orang, dan pasti masa itu takkan terlupakan. Masa itulah yang membentuk sebagian dari diri kita saat ini.

Hari Sabtu kemarin, saya ikut diskusi Karl May di Bentara Budaya. Jujur saya, saya belum pernah membaca satupun buku Karl May. Saya sudah lama tahu, tetapi entah mengapa, saya belum tertarik untuk membacanya. Kata teman, tentang orang Indian dan seru. Kalau tentang Indian, saya hanya ingat Lucky Luke dan 'kawat bernyanyi'yang menembak lebih cepat dari bayangannya. Perlu diketahui, saya memang tidak bisa baca komik, mungkin karena imaginasi saya rendah kali ya...hanya ada dua komik yang bisa saya nikmati yaitu Lucky Luke dan Donal Bebek. Lainnya itu...entahlah, saya merasa kasihan pada yang menggambar. Menggambar komik kan lama, tapi dibacanya cepet...kasihan..itulah mengapa saya tak bisa menikmati komik.

Kembali ke diskusi Karl May, saya tertarik datang karena salah satu pembicaranya Seno Gumira (SGA), yang saya mengagumi karya-karyanya. Benar saja, begitu saya datang, tak satupun saya kenal. Lantas pembicaraan diantara mereka, saya tidak nyambung sama sekali. Akhirnya, saya duduk, diam dan makan (hehehe).Oh ya, begitu SGA datang, sempat menegur (sedikit). Barangkali beliau agak samar2, kok kayaknya manusia satu ini tidak asing. Ya jelas, wong saya kerap melongok ke mejanya di kantor (yang kerap kosong, sembari melongo dengan koleksi bukunya.

Film dokumenter tentang kehidupan Karl May diputar. Sebagaimana saya kerap mengagumi biografi pengarang, sudah saya duga bahwa biografi Karl May memang 'exciting'. Yah, barangkali harus mengalami penderitaan untuk menjadi pengarang terkenal.Karl May belum pernah ke Amerika dan negeri timur yang diceritakan di novelnya, tetapi dalam ceritanya begitu hebat 'menipu' pembacanya. Selain juga petualangan rumah tangganya yang dramatis dari istri ke istri.

Diskusipun berlangsung. Dua pembicara mengatakan hal yang sama, Daniel Dakhidae (Kompas) menceritakan tentang guru SD-nya yang menceritakan buku - buku Karl May hingga menyebabkan murid dua kelas menangis tersedu - sedu di bagian Winnetou IV yang tewas. Lalu beliu membaca semua buku Karl May pada masa itu dan bersumpah, takkan membaca buku selain Karl May.

SGA lain lagi. Beliau membaca Karl May saat masih kecil (kalau gak salah SMP). Buku itu membawanya menjadi pengembara. Bersama temannya pesan sepatu (saya lupa nama sepatunya) lalu menjadi pengembara ke Sumatera, Kalimantan. Hingga akhirnya kehabisan uang dan menelpon ibunya. Dikirimilah tiket pesawat untuk pulang. Kesimpulannya, mengembara itu tidak enak. Tetapi katanya " Menjadi penulis itu bagus, tetapi lebih bagus jika menjadi pengembara" Sedemikian hebat ya pengarus buku...

Sesaat mendengarkan dua pembicara itu, saya begitu iri pada masa kecil mereka yang begitu dekat dengan buku. Jauh sekali dengan yang saya alami. Bukannya saya protes pada orang tua saya, hanya saja buku merupakan benda dari negeri antah berantah yang jika perlu malah dihindari. Ayah saya selalu memarahi saya kalau terlihat banyak membaca,jangan banyak membaca, merusak mata. Pada masa kecil saya, memakai kaca mata sama dengan berpenyakit. Tidak jarang, pertengkaran saya dengan ayah saya terjadi karena buku.

Selain itu, buku yang kami (saya dan ayah saya) kenal hanyalah buku pelajaran. Di luar itu, bahkan saya tidak tahu ada buku pengetahuan populer, buku novel apalagi komik. Barangkali Anda theran jika saya menceritakan ini. Ayah saya menganganggap membaca komik atau novel identik dengan membaca buku porno. Sungguh. Saya dilarang keras membaca komik (dan saat itu mengenal kartu). Mungkin kartu identik dengan judi. Saya ingat betul, saking kepenginnya bisa main kartu 41, saya dan adik saya bikin kartu sendiri. Kertas dipotong - potong, lalu digambari bintang, bunga, ayam dll dengan jumlah yang berbeda. Di situlah kami berdua main kartu.

Waktu SD, saya hanya kenal majalah Bobo dan cerita (kalau itu boleh dianggap novel karena bentuk bukunya) Lima Sekawan. Itu meminjam dari teman saya yang ayahnya guru. Kami berlima waktu itu (yang ikut - ikutan menamakan diri Lima serangkai)bergiliran meminjam Bobo dan Lima Sekawan. Kami masing - masing mendapat waktu sehari semalam untuk membawa pulang majalah Bobo. Giliran saya hari jumat, sementara Sabtu sudah terbit edisi berikutnya. Itupun tak boleh ayah tahu. Karena pernah, saya harus menangis dan ketakutan ketemu teman saya (pa kabar, Aliana...) karena majalahnya disobek ayah saya.

Baru SMA, saya mengenal perpustakaan yang ada di sekolah saya. Itu pun tidak bisa memilih buku. Kami hanya bisa menunjuk dari luar kaca buku - buku yang kami inginkan. Dari sanalah saya mengenal Trio Detektif-nya Alfred Hitchock dan selalu mencarinya. Buku itu begitu memberi semangat saya. Salah satunya, saya tidak minder naik sepeda ke sekolah waktu itu (dimana teman - teman saya hampir 80% naik sepeda motor ke sekolah, yang 20% rumahnya dekat dengan sekolah). Dengan jarak 20 KM-an saya ke sekolah naik sepeda dan tetap semangat karena Jupiter Jones, Pete Crensaw dan Bob Andrews-pun naik sepeda di Rocky Beach.

Kala SD, ada buku pelajaran yang sangat saya sayangi dan mengispirasi 'kegilaan' saya selanjutnya. Buku itu warna biru, judulnya IPA SAINS untuk SD kelas 6. Pada halaman paling belakang ada gambar Einstein sedang menyangga dagu, lalu ada puisinya. Penggalan yang saya ingat :
... namun Pak Einstein amat kecewa. Ilmunya disalahgunakan. Dapatkah kelak kalian mengunggulinya ?

Dari sepenggal kalimat itu, memompa semangat saya. Tak tanggung - tanggung..saya bercita - cita bisa ke bulan ! Di kala teman -teman yang lain bercita - cita menjadi dokter, insinyur dll, cita - cita saya adalah : pergi ke bulan.

Demikianlah, masa kecil saya yang begitu asing dengan buku. Kini saya bersyukur, Allah menjawab doa saya...saya bisa sangat dekat dengan buku, dan bisa sedikit jalan - jalan. Satu demi satu kota dan pulau di Indonesia saya singgahi. Dari Aceh hingga Papua, walau masih banyak tempat terindah-Nya yang belum saya singgahi. Termasuk bulan...

Catatan untuk sausan :
Sayang, ibu selalu berdoa, kita diberi kesempatan oleh-Nya untuk bersama - sama mendatangi tempat - tempat terindah-Nya. Satu lagi, semampu ibu, ibu akan ceritakan tentang keindahan buku - buku. Semoga kau merasa beruntung datang ke rumah mungil kami, sebagai sahabat, kekasih dan mimpi kami.

Selasa, 05 Februari 2008

Sebelum lelap



Sehelai kelopak mawar lepas dari kuntumnya
Terombang ambing oleh angin keemasan
Menepi di tepi hari
Selamat sore, senja mungilku

Mentari di sebelah rumah kita mulai sayu
Induk domba mengajak anaknya pulang
Kabut turun pelan di lembah hati
Senja hari ini begitu sunyi tanpamu, gadisku

Malam...malam rentangkan hangat sayapmu
Jangan biarkan gadisku lelap dalam gigil
Kutitipkan sebentuk jiwa mungil pada hangat dekapmu
Ketika jemariku masih kaku dalam jarak

Bintang.. bintang, dendangkan cerita senja
Jangan ceritakan kesunyian yang mendera
Sampaikan sebentuk senja emas lengkap dengan kemilaunya
Tidurlah, gadisku...tidurlah dalam cahaya


Untuk Sausan : ibu kangen