Kamis, 23 Agustus 2007

Menjadi Kontributor National geographic...

Foto : Frankie Handoyo - PAI Jakarta

Diiringi Lady in Black-Gregorian dan kopi yang sudah licin tandas,

Selamat sore, Senja Mungilku...

Pagi tadi pukul 5 kamu sudah teriak-teriak membangunkan ibu. Setelah minum susu, ibu tepuk-tepuk kepalamu yang ditumbuhi rambut sedikit ‘De’ bobok dulu ya, ibu masih ngantuk’ Lucu sekali, kamu langsung meletakkan kepala di bantal dan memejamkan mata. Sukurlah kau mengerti kalau ibumu rada pemalas, sebenarnya bukan pemalas sih..hanya tidak menyukai even bangun pagi hehehe

Hari ini ibu bahagia sekali, saat melihat artikel ibu sudah dimuat di National Geographic Indonesia. Sejumlah 17 halaman dengan gaya khas feature. Rasanya ibu ingin melonjak kegirangan (pas malemnya mau pulang, mau masuk angkot coklat jurusan Bonang – Bojong Nangka, our sweet home, ibu ingin teriak...hey penumpang sekalian, inilah penulis National Geographic pung..pung..) karena tidak terbayangkan..bahkan bermimpipun tidak untuk bisa masuk dalam jajaran kontributor majalah keren itu. Yang dulu ibu hanya bisa terkagum-kagum dengan membeli majalah bekasnya di pasar loak di Yogyakarta saat masih sekolah (waktu itu 1 eksemplar Rp 7.000,- itu artinya harus menghemat uang makan 10 kali).

Penugasan itu sebenarnya sudah lama sekali, tepatnya waktu kau masih di kandungan ibu 6 bulan, sekitar bulan November 2006. Mas Tantyo, editor in chief NG Indonesia mengatakan pada ibu via redpel ibu untuk menulis tentang anggrek Indonesia. Jadilah saat kau semakin membesar di perut ibu, kita berjalan-jalan. Kandungan berusia 7 bulan, menyusuri kawasan Pasuruhan sampai Lawang Jawa Timur untuk mengumpulkan data penganggrek di sana. Kandungan usia 8 bulan, menyusuri kawasan Lembang hingga Ciwidey. Dan tentu saja ayahmu mendampingi ibu dengan setia (waktu itu, untuk pertama kali ayahmu memenangkan kontes kuat-kuatan jalan, biasanya ibu yang menang). Yang paling ibu ingat, waktu menyusuri kawasan Lembang dimana lokasi kebun Pak Ayub yang bergunung-gunung, hujan deras lagi licin, ibu menapak setapak demi setapak karena takut jatuh. Bukan takut ibu luka, tetapi khawatir kalau kamu cedera. Ayahmu memegang tangan ibu begitu eratnya hingga kesemutan. Di balik semua itu, ibu sungguh-sungguh merasakan menjadi ‘wartawan yang sesungguhnya’.

Hari ini, Sayang...setelah hampir 1 tahun, dimana hari ini usiamu tepat 5 bulan di luar kandungan, artikel itu tercetak. Dengan fotografer life style muda yang terkenal, mas Jerry Aurum. Yang bikin haru dan kurasa kelak kau akan bangga (semoga) membaca editorial yang dibikin Mas Tantyo, kurang lebih isinya begini : (majalahnya tertinggal di rumah) :

‘ berinteraksi dengan para penulis memberi kesan tersendiri bagi saya. Salah satunya penulis Titik Kartitiani yang menuliskan anggrek asli Indonesia dengan dua batas waktu : batas waktu penulisan dan batas waktu kelahiran putri pertamanya..” Aha, kau disebut juga, Sayangku.

Begitulah, Sayang..sekelumit saksi perjalanan ibu yang kerap merampok waktu kebersamaan kita. Bukan berarti ibu lebih mementingkan karier daripada mendampingimu..bukan begitu. Semoga kau akan mengerti, bahwa ibu sangat menyayangimu melebihi apapun, dan ibu mewujudkannya dalam bahasa yang lain.

Selamat tidur, Senja Mungilku....

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Hei titik, apa lagi yang hendak saya ucapkan selain selamat. menulis dengan darah dan cucuran keringat yang berderai-derai memang nikmat ketimbang hanya berhayal2 nggak jelas juntrungannya. selamat... selamat.

Anonim mengatakan...

Ck...ck..ck...

bingung mau bilang apa...

TOP deh...