Rabu, 26 Desember 2007

SELAMAT BERTUGAS, AYAH


Saya dulu paling tidak suka mengantar sahabat dekat untuk berpergian yang artinya perpisahan dalam waktu lama. Misalnya saja dahulu waktu kuliah, kakak tingkat saya pulang ke Jakarta (waktu itu saya masih di Solo) karena sudah lulus, saya berusaha mencari banyak alasan untuk tidak mengantar ke stasiun Balapan. Kalaupun terpaksa mengantar, saya akan mengantar ke stasiun dan langsung pulang. Saya tidak mau menunggu sampai kereta berangkat sembari melambaikan tangan. Bagi saya, keberangkatan kereta, bus apalagi pesawat akan menyisakan kesedihan lebih lama.

Ternyata, mau tidak mau saya harus berurusan dengan keberangkatan. Dari sejak pacaran hingga menikah, kereta membelah pulau Jawa sudah menjadi rutinitas kami setiap bulan. Hingga pada suatu saat, saya benar - benar benci melihat sebuah pemandangan kereta api dan jendelanya. Karena di sana ada lukisan air mata.

Setelah diskusi yang alot, kami diberi anugerah waktu untuk bisa bersama. Untuk sementara, kami tak lagi berurusan dengan kereta api dan jendelanya. Namun ternyata, saya berusrusan dengan jendela lain lagi dimana lukisan air mata itu semakin jelas mengalir. Jendela pesawat.

Kemarin saya harus mengantar suami saya bertugas ke Sumatera Barat. Dengan cuaca yang tidak menentu, berita bencana di mana - mana. Saya hanya berusaha meyakinkan diri saya 'everything gonna be oke..' Sekian doa dan slogan saya ucapkan untuk menguatkan hati saya. Tuhan bersama orang - orang pemberani (ini sih slogan usang ketika sempat mengaku menjadi petualang).

Hanya saja, ternyata tidak mudah bagi saya. Melihat pesawat satu per satu lepas landas, mau tak mau air mata saya mengalir deras. Kalau selama ini ia yang mengatar kepergian saya, dari stasiun ke stasiun, dari bandara ke bandara, saya masih bisa tersenyum. Tetapi ketika saya yang ditinggal, saya menderita paranoid yang luar biasa. Termasuk ketika Hp - nya tidak bisa dihubungi, segala pikiran buruk berkecamuk...

Mam, saya baru sadar, kenapa dulu ibu melarangku naik gunung. Bahkan larangan itu berupa ultimatum yang teramat keras (Walau dengan diam - diam aku tetap melanggarnya, dan diam - diam juga ibuku tahu). Ternyata larangan itu merupakan salah satu bentuk sayang yang tidak mengenakkan. Oleh karena itu, ketika suami saya minta pertimbangan untuk tugas ke Sumatera, dengan alasan ia ingin mengetahui daerah itu lebih banyak, saya berusaha menyetujui. Karena saya tahu bagaimana rasanya berpetualang di daerah yang baru. Bagaimana rasanya jika dilarang. Dan konsekuensi dari persetujuan itu ternyata panjang sekali. Kekhawatiran, dheg - dhegan, mencoba menumbuhkan kepercayaan... Keep my trust, my satria...

Catatan di balik layar : Ayah, tadi pagi Sausan sudah 'pinter'. Ketika ibu mau berangkat ke kantor, sausan mau ikut terus. Sampai harus dibujuk - bujuk, didongengi dll...Sausan pilek, sulit napas karena ketularan ibu hiks...

Selasa, 04 Desember 2007

A SEED OF DANDELION


Dandelion seed carried away
By the devil strong wind
No time for say good by

To Mom who give the arm all the time


Tiny seed travel like tiny parachutes

Fly..fly... to the unlimited sky
A devil wind can carry away a thousand miles
Landing on unknow land
Is it still the same planet ?

No love, no friendship

No honesty, all is lie

No feeling, all is like machine

No hero, all is opportunis

No life, all is mumy

Oh...If She have a choice


Dandelion seed lying on the stone

Waiting for next wind

The angel wind who traveled her to home


(Untuk bayi - bayi yang dijadikan alat mengais recehan, Semoga kalian mendapatkan tumpangan untuk pulang. Sayang, temanmu di luar sana butuh tumpangan...) Foto : www.ics.aci.edu


Jumat, 30 November 2007

THE HIDDEN AGENDA...SEBUAH PEMBUNUHAN YANG MANIS


Sausan, Sayang...
Ibu hanya bisa tersenyum manyun melihatmu tertawa - tawa gembira sembari mengacung - acungkan kertas, yang akhirnya Ibu kenali sebagai serpihan novel "Constan Gardener'. Buku yang baru dibeli dan belum sempat selesai kebaca itu 'kau selesaikan' dengan manis. Ibu hanya bisa menciummu dengan gemas, lalu menyelotip satu demi satu serpihan itu. Jadilah buku itu tambal - tambalan menyedihkan.

Entahlah, melihat buku yang robek - robek itu, aku kembali ingat isinya (yang belum tuntas), lalu kejadian akhir - akhir ini yang membuatku giris. The hidden agenda...kalimat yang keren tapi mengerikan. Sebagaimana yang saya baca di Kompas hari ini, tentang tidak fair-nya virus sharing. Dulu orang amerika mengambil sampel virus flu burung dari Indonesia. Tentu saja kita sebagai bangsa 'negara ketiga' (saya paling benci pengotakan macam ini) manggut - manggut dengan lapang dada dan mengkeret kalah wibawa, memberikan virus itu. Untuk diteliti dengan harapan nanti si bangsa 'maju' itu akan memberi obat penangkalnya. Kenyataannya ? Mereka mengembalikan virus dalam bentuk vaksin yang dihargai mahal.

Virus sharing adalah kejadian yang riil, barangkali itu bentuk kekurangajaran yang kasad mata. Hidden agenda untuk sebutan dari kekuarangajaran yang dibalut manis. Misalnya penawaran bantuan kemanusiaan gempa, banjir, kemiskinan dan lain-lain. Itu tidak gratis ! Mereka memberikan itu pasti ada maunya, percayalah. Karena di kapitalisme, kata 'sumbangan' itu tak ada dalam kamus mereka.
Lebih sadis lagi, ketika hidden agenda ini disalurkan melalui para ilmuwan dan pakar negeri ini. Bukan sedikit penelitian yang dibiayai dari luar, dan penelitian itu yang kelihatannya tidak semengerikan nuklir, tetapi sebenarnya tak kalah jahat. Misalnya penelitian kesehatan, kependudukan, ekonomi dll. Berapa juta data yang bisa mereka peroleh dengan penelitian itu. Mereka bisa menguasai data Indonesia, itu berarti mereka telah masuk ke benteng pertahanan Indonesia.

Ah, Sayangku...ini hanyalah sebuah kegelisahan. Kenyataannya, di luar sana agenda - agenda tak kasad mata itu terrus ada, negeri ini terlalu berat untuk bangkit. Ibu hanya bisa tertegun ketika seseorang, di suatu even wawancara mengatakan 'Kapan kita bisa menyanyikan lagu Padamu Negeri dengan kepala tegak ?". Segala isu bisa jadi alat. Termasuk yang kini hangat dibicarakan, konferensi lingkungan di Bali. Carbon trading, isu kemiskinan dll adalah alat untuk menyembunyikan niat - niat itu. Alat untuk cuci tangan dengan dosa yang telah mereka lakukan, jauh sebelum kmu dan ibu lahir. Kenapa negeri ini harus menanggung ? Karena negeri ini memang merelakan untuk itu. Negeri kita baru pada tahap begitu bangga ketika bisa mengagumi produk luar, tak pedul;i bagaimana cara membuatnya...

My little Sunset,
Ibu bukanlah anti orang asing, atau anti AS seperti orang - orang yang anti AS. Ibu hanya ingin seperti Ikal yang bsia bermonolog dengan Adam Smith dan Roma Irama, dimana ia bisa melontarkan kata 'Dosen Perancismu yang goblok' Betapa berbedanya keadaan sekarang dengan keadaan dimana John Perkin datang ke Indonesia (bandung) 20-an tahun silam. Percakapan mahasiswa dan generasi muda di sana begitu PD dan smart. Ditambah juga cerita wartawan Australia dalam 'Dangerous Living', betapa orang - orang putih itu menghormati negeri ini.

Sabtu kemarin, suhu Jakarta mencapai 45 derajad celsius, tanaman di rumah kita banyak yang gosong daunnya. Tadi pagi temanmu, si bayi pipi gembul dengan lesung pipit, yang mangkal di ATM bersama perempuan sialan (kuyakin bukan ibunya), sudah bertambah dewasa. Matanya sekarang tidak sesipit 2 minggu lalu, masih sempat memancarkan cahaya ceria. Temanmu itu belum tahu, seharusnya dia berhak untuk bobo' di kasur empuk dan menghirup wangi bunga, bukan asap knalpot. Nun jauh di sana, ada juga yang mempersiapkan Pemilu 2009 yang masih 2 tahun lagi. Ah, sudahlah Sayang..cukup untuk hari ini. Ibu lelah sekali.


Selasa, 20 November 2007

BAHASAKU, RUPA RUPA WARNANYA...


Di depan Plaza Semanggi, tadi siang...

Ada seorang laki – laki berpakaian rapi, berdasi dan menenteng tas hitam persegi layaknya tas lap top sebagaiamana yang ngetren sekarang. Dengan sepatu mencilak (mengilap ?) dan rambut berminyak, berjalan dengan seorang perempuan muda yang pantas sebagai adiknya atau siapanya..pokonya lebih muda. Yang menarik bukan karena mereka berdua, tetapi percakapannya. karena kebetulan saya ada di belakangnya.. maka saya dengar jelas seperti ini :

“... kamu harus kursus bahasa inggris, bahasa jepang itu penting. O ya, bahsa mandari juga penting kalau kamu mau kerja di perusahaan besar..” GUBRAK!! saya terkejut, karena nabrak pembatas segitiga yang berwarna oranye hehehe..

Saya melanjutkan masuk ke plaza yang besar itu. Hemm...dimanakah saya berada ? Begitu sulitkah untuk menjadi orang Indonesia di negeri yang sejak Soempah Pemoeda telah mendeklarasikan bahwa ‘Kita Bangsa Indonesia berbahasa satu, Bahasa Indonesia.’ Kukira, di sini belum menjadi markas besar PBB dimana bahasa yang digunakan dari berbagai negara. Jadi para pemuda harapan bangsa memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan Pancasila, UUD 45, GBHN dan KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia).

Saya pernah ketemu orang Thailand, mereka hanya mengerti bahasa Thailand dan berbicara Thailand. Bahkan bahasa Inggris-pun tidak bisa, apalagi bahasa Indonesia. Ada lagi orang Jepang, prestasinya sama dengan orang Thailand. Hanya tahu bahasa Jepang. Dan mereka chuek saja datang ke Indonesia, memborong tanaman di Indonesia atau menceramahi orang Indonesia yang terpana mengikuti terjemahannya. Mereka tidak mengerti bahasa Indonesia tapi bisa berbinis di Indonesia.

Saya ingat Bung Karno (yang idolanya bapak saya, tapi beliau tidak mengidolakan putra putrinya hehehe). Saya dengar cerita dari Bapak saya kalau Bung Karno pinter berbagai bahasa, sehingga bisa membaca buku dalam berbagai bahasa. Bung Karno mendapat ilmu dari sumbernya langsung dan menjadi pinter. Bahasanya Inggris, Belanda, Perancis (yang kata Andrea Hirata ‘sengau, tegas dan berkelas’), Jerman dan lain –lain. Saya belum pernah bertanya pada Bapak saya, apakah Bung Karno juga pinter mandarin, jepang (mungkin kali ya). Setelah Bung Karno pinter, keberadaannya bisa diakui di seluruh dunia.

Saya kira, mempelajari aneka bahasa memang penting. Hanya seandainya, motivasi mempelajari bahasa seperti yang Bung Karno punya, mungkin banyak orang yang akan mempelajari Bahasa Indonesia demi bisa berkomunikasi dengan orang Indonesia. Begitulah....

Catatan di balik layar : Duh anakku, Sayang... begitu berat yang harus kamu lakukan untuk bisa hidup di negeri ini.
(keterangan lagi :
tidak ada hubungannya dengan teks, tetapi foto hanya berhubungan dengan kegiatan dan suasana penulis : puyeng !!!)

Rabu, 31 Oktober 2007

Selamat Tidur, Kak...


Senin malam, aku mendapat SMS dari adikku kalau kakak sepupuku meninggal dunia. Rasanya tidak percaya..dia ? dia itu yang meninggal ? Sejenak aku terdiam. Ikan mas kremes kesukaanku teronggok di meja hingga dingin. Ya, Allah...benarkah telah kau panggil dia ?

Kata Ibuku, kakakku meninggal karena sakit kanker hati. Katanya, kalau dioperasi butuh biaya sekitar 30 juta. Tentu saja jumlah yang tidak sedikit bagi keluargaku. Itupun belum ada jaminan sembuh. Aku semakin diam mendengar cerita ibuku. Demikian mahal yang namanya 'sehat' Kembali kutanyakan, Tuhan... apakah kehidupan ekuivalen dengan uang ? Yang punya uang saja yang diberi kesempatan untuk hidup ?

Kakakku yang ceria, yang lucu, yang selalu mengatakan 'Wah, kemarin aku melihatmu di Pasar Kebayoran. Aku ga mau negur, karena kamu sama temanmu yang pakai mobil. Gak level lah...aku kasihan kamu malu kalau aku tegur heheheh," Mengingat itu, aku tersenyum pahit. Ternyata hidup sedemikian labil, bisa berubah hanya dalam selesatan cahaya.

Yang lebih membuatku terdiam, ketika ayahku mengatakan, "Setelah rumah sakit menyerah, akhirnya dibawa pulang. Trus aku suruh minum obat tradisional sesuai dengan buku yang kamu tulis itu. Hasilnya lumayan, tapi terus puasa dan jatuh lagi.."

Buku yang kutulis ? Aku mau nangis rasanya. Beberapa kali media tempat aku bekerja mengeluarkan buku tentang tanaman obat alternatif. Karena pekerjaan yang berjibun, terkadang kami menulisnya 'serampangan', asal comot teori demi deadline. Ditambah lagi, terus terang hingga kini aku masih belum bisa percaya jika menulis tentang tanaman obat, sementara belum ada penelitian yang bisa dipercaya. Hanya berdasar pengalaman empirik. Dulu aku kerap menghindari artikel ini, karena aku merasa beban moral. Tetapi karena tuntutan deadline, mau enggak mau aku menulisnya juga...

Ternyata kekhawatiranku benar. Di sini aku menulis demi deadline, asal jadi, sementara di luar sana, ada ribuan pembaca, diantara sekian bahkan menggantungkan nyawanya pada buku yang kami tulis. Sungguh aku merasa sangat berdosa.

Tuhan, semoga kau beri tempat yang indah untuk kakakku. Kau beri kebahagiaan bagi anak dan keluarga yang ditinggalkan. Kini, aku berusaha untuk menulis lebih baik lagi.

Selasa, 23 Oktober 2007

Kupanggil Kau, Langit Pagi

Engkaulah pelita yang menunjukkan tapak mungilku
Engkaulah terang yang mendekapku dalam gelapnya pertanyaan
Engkaulah bahagia yang menyapa ramah membendung kedukaan
Engkaulah getar hati dalam keterasingan yang meninggalkan perih

Andai kau tahu kepekatan semestaku tanpa kehadiranmu
Andai kau tahu bekunya tangan tanpa kata-katamu
Andai kau tahu beribu harap yang bersandar di punggungmu

Menengoklah ke belakang, Sayang
Aku tersungkur di langit barat

Suatu siang....

Senin, 10 September 2007

REMBANG PENANTIAN..

Dalam hujan, aku menunggumu
Dalam desir angin dingin, aku menyandarkan harap padamu
Dalam detik-menit-jam, aku merasakan kehadiranmu !!!

Perlahan sosokmu terajut jejarum perak
Bergetar hatiku, menyaksikan kilaumu dalam gelap
Ya..itu kau !!

Kutatap, kudekati, kusapa
Kamu diam
Kubelai, kuhapus tetes hujan yang membaluri tubuhmu
Kamu menggigil dalam diam
Kusandarkan tubuhku ke badanmu
Kamu berbisik lirih,
“ Kurelakan kau bersama yang lain, aku tak mampu lagi,maafkan aku..”

Aku tercekat,
Baru kuketahui, kamu mogok tak bisa jalan
Oh, Sayang...
Aku harus menunggu satu jam lagi...DEBORAH

Terminal Depok, bersama Armin, dingin dan lapar September, 07.2007. 07.00 PM

Catatan di balik layar :
DEBORAH adalah bis jurusan Depok – Kalideres yang lewat hanya sejam sekali. Jum’at malam itu, Sayang....Ibu liputan dari Museum Zoologi. Pulangnya macet setengah mati. Mungkin karena tarif tol naik, mungkin karena demo sana-sini. Yang jelas, dari Depok jam 7 malam, sampai rumah hampir tengah malam. Sampai habis dua bungkus kuaci dan lidah lumayan asin. Kulihat, kau tidur dengan tersenyum... thanks tidak marah sama ibu (hehehehe).

Selasa, 04 September 2007

Just : STAY THE SAME...


Terkadang kita sedih hanya karena sekeliling kita tidak seperti yang kita inginkan.
Terkadang kita merasa tidak berguna, hanya karena satu hal yang tak berhasil kita lakukan.
Terkadang kita merasa dunia tak menyukai kita hanya karena satu orang tak mempedulikan kita
Terkadang...kita jatuh karena diri kita sendiri yang mengatakan jatuh
Yakinlah, bahwa sebenarnya kita sangat hebat, melebihi yang kita bisa pikirkan sebelumnya...

Just : STAY THE SAME...

Don't you ever wish you were someone else,
You were meant to be the way you are exactly.
Don't you ever say you don't like the way you are.
When you learn to love yourself, you're better off by far.
And I hope you always stay the same,
cuz there's nothin' 'bout you I would change.

Verse
I think that you could be whatever you wanted to be
If you could realize, all the dreams you have inside.
Don't be afraid if you've got something to say,
Just open up your heart and let it show you the way.

Bridge
Believe in yourself.
Reach down inside.
The love you find will set you free.
Believe in yourself, you will come alive.
Have faith in what you do.
You'll make it through.

(Dicopy dari :www.gadispertamaku.blogspot.com, pemiliknya adalah sahabat yang menjadi saksi perjalananku)

Catatan di balik layar : Sayang, lagu ini pernah Ibu tempel di langit-langit kos-kosan waktu masih kuliah di Solo (jangan tanya, bagaimana caranya sesobek kertas bisa nangkring di eternit). Di samping gambar Usaghi, tokoh film animasi Sailormoon yang Ibu gambar sendiri. Ibu sangat suka dengan tokoh ini ' Dengan kekuatan bulan, aku akan menghukummu!!!. Di sebelahnya ada poster Filippo Inzaghi dan Roberto Baggio dan tulisan ‘Make a better place’ dari potongan koran, jadwal titip absen, lukisan ibu yang kadang mirip orang kadang enggak, juga Yussy- si boneka panda abu-abu yang sudah sering mau dibuang oleh nenek (Jadi kau bisa bayangkan, seperti apa kamar kos ibu kala itu). Yang jelas, semua itu menjadi ‘sahabat’ yang menjadikan Ibu selalu bisa bangkit dengan menyemangati diri sendiri. (kala itu, Ibu belum kenal ayahmu hehehe).

Kata Andrea Hirata : Kalau kita sedih, kita hanya akan sendirian, tetapi kalau bahagia, dunia akan datang pada kita.

Senin, 03 September 2007

Setetes Embun Kemenangan Untukmu, Senjaku


Selamat senja, senja mungilku...

Hari Sabtu lalu kamu diimunisasi DPT yang bikin demam itu. Begitu kamu memasuki ruang periksa, kamu justru tertawa ngakak. Aha..mungkin kamu merasa geli ketemu dokternya. Pak Dokter itu memang lucu dan ramah. Begitu jarum disuntikkan, kamu menjerit. Nah, pas dicabut...ketawa lagi. Kamu memang tahan sakit, Sayangku...

Malamnya agak rewel sedikit, tetapi lantas tertidur nyenyak. Malam berikutnya, Ibu tinggal ke TIM untuk menghadiri Malam Seni HUT Majalah PARLE (kamu masih sempat ketawa ketika ibu pamitan). Undangan itu sudah Ibu terima via phone dari Mbak Endah sulwesi yang punya blog www.perca.blogdrive.com. Nah, ada sedikit harapan bahwa Ibu menang dalam lomba cerpen karena kata tante Christ di majalah Intisari, biasanya kalau ditelepon ada kemungkinan menang.

Dengan dheg-dhegan, Ibu menuju ke Teater Kecil. Sebelumnya sempat melihat pameran lukisan India. Memenuhi undangan Mr. Ajit Vahadane, teman Ibu. Lukisannya bagus, terutama yang bertema hujan. Ya, Ibu suka sekali melihat lukisan hujan itu...

Selamat buat tabloid PARLE. Acara malam seni bagus sekali, musikalisasi puisi dan pentas teater Tanah Air. Karena sponsornya pasta gigi kale ya, maka tema pentas teaternya gosok gigi juga. Ibu menonton sama Om Fajar Sidik, itu sahabat Ibu yang sudah menyalip di tikungan dengan menerbitkan bukunya ‘Sukses Ngutang di Bank’ (Ibu pikir sih bukan menyalip, kan memang dia dulu yang ngajari ibu nulis hehehe).

Nah, pembacaan cerpen pertama oleh Maudy Koesnadi yang cantik itu. Dan kau tahu, Sayang...cerpen itu judulnya Capra oleh Titik Kartitiani ! Kau tentunya kenal bukan dengan nama penulis itu. Kontan Ibu menjerit (padahal lagi sepi tuh). Lalu ibu mendapat selamat dari tetangga kursi, yang Ibu tidak kenal.

Sayang, Maudy membacakannya dengan bagus sekali. Ibu sampai haru dan..yah walaupun bukan juara satu, impian Ibu tercapai. Berdiri di panggung itu...(waktu kamu masih dalam perut Ibu, kita juga ke tempat ini. Menyaksikan pengumuman novel DKJ. Dan kau tahu...Ibu tidak disebut-sebut hehehe). Terima kasih ya Allah...thanks.

Kemenangan ini kupersembahkan untukmu, Sayangku..yang telah menemani Ibu dengan tawa dan tangismu. Untuk Mas...Adik menang, besok kalau pulang, adik traktir yah. O ya, untuk Mas Fajar, thanks telah menjadi sahabat, dimanapun berada. Fazza, Faya..kau pasti bangga punya Ayah seperti dia.

Catatan di Balik Layar: Pagi sebelum berangkat, ibu mengelem sepatu Ibu. Sepatu sandal ala Mak Lampir itu bersejarah. Dibeli tahun 2003 silam. Dan sengaja ingin Ibu kenakan di saat bersejarah. Eh, ternyata lem yang digunakan salah. Waktu mau naik panggung, perlahan lem-nya copot. Bisa dibayangkan bagaimana groginya Ibu, Nak. Begitu ada di kursi, Ibu kehilangan keseimbangan dan terduduk di pangkuan cowok yang tadi ngasih selamat Ibu. Huhuhu..cewek sebelahnya cemberut. Maaf. Mbak..siapanpun Anda, sungguh saya tidak sengaja. Kesimpulannya, jangan mengelem sepatu dengan lem Fox karena lem putih itu sebenarnya lem kayu. Anda bisa memilih dengan lem tikus.

Senin, 27 Agustus 2007

BAYI - BAYI DI SEPANJANG JALAN PALMERAH


Selamat Siang, Sayangku...

Ibu baru saja tiba di kantor. Hemm...semalam ibu tidak membacakan buku kesukaanmu (kesukaan ibu kalee), Benjamin Rabbit (Ibu anggap kau suka, karena kau segera tertidur jika ibu membacakannya, atau terpesona dengan merdu suara Ibu hehehe). Semalam Ibu sampai di rumah hampir jam 1 pagi. Ada rapat yang membahas anggrek hingga jam 11-an, pulangnya terdampar di Blok M sementara Patas 45 sudah mengakhiri jam terbangnya...

Sesampai di rumah, kamu sudah terlelap dengan posisi miring ke kanan (posisi favoritmu). Kulihat, bulu matamu menempel di pipimu yang gembil dengan bibirmu manyun karena posisi miring. Hehehe..kalau ayahmu di luar kota sana liat, pasti pengin segera pulang.

Melihat bobokmu yang nyenyak, tenang, damai dan hangat mengingatkan Ibu akan kejadian di luar sana...

Suatu pagi, ketika ibu mendapat tugas meliput di salah satu rumah keluarga Cendana, Ibu terjebak dengan kemacetan luar biasa di jalan Palmerah Barat. Itu tuh..jalan raya dekat kantor Kompas. Mobil hanya beringsut sedikit sekali. Pemandangan khas kemacetan bak slide film tragedi negeri miskin yang dulu ditayangkan TVRI hanya terjadi di Ethiopia. Lelaki muda yang terbungkuk, lelaki setengah baya yang jalan dengan penopang kaki, lelaki tua yang terkapar di pinggir jalan, lelaki yang tangannya hanya satu, lelaki gondrong yang meneriakkan tembang ‘Negeri Di Awan’, semuanya menadahkan tangan di pintu mobil yang terjebak.

Itu pemandangan yang begitu biasa di ibu kota ini, Sayangku. Namun pemandangan biasa yang masih selalu menjadikan Ibu tidak terima adalah ketika melihat perempuan dengan anak kecil laki-laki, perempuan tua dengan anak setahunan (gak ketahuan kapan hamilnya), perempuan dengan dua anak yang duduk-duduk, dan yang paling Ibu pengin teriak...PEREMPUAN DENGAN BAYI YANG MASIH MERAH !! Iya, Sayang...maaf Ibu tulis dengan huruf besar semua lantaran begitu emosinya.

Ibu tahu, bayi itu umurnya belum genap 2 bulan, masih dengan popok putih dengan kaki-kakinya yang kecil-kecil dan masih lembut, dengan kepala yang masih lunak, di pinggir jalan dekat terowongan menantang panas dan asap knalpot. Ketika mobil Ibu mendekat, mata bayi itu menatap Ibu....duh. Perlahan air mata ibu menetes (dan sekarang saat Ibu menuliskannya-pun, mata ibu serasa panas). Tiba-tiba Ibu ingin pulang, dan mendekapmu erat-erat, Sayangku....

Di luar sana, banyak sekali teman-temanmu yang tidak bisa bobok siang di tempat yang teduh, tidak bisa didongengin Ibunya, tidak bisa mendengarkan musik, tidak bisa jalan-jalan di kebun bunga. Bayi-bayi itu ibarat biji, yang terbang terbawa angin atau burung, lalu mendarat di tempat yang mereka tidak bisa tentukan. Biji-biji itu mendarat di beton, dimana mereka harus menengadah sepanjang musim untuk menunggu hujan. Bayi-bayi yang tidak beruntung itu berlokasi hanya 500m dari Gedung DPR/MPR yang megah itu. Ah, barangkali Bapak-Bapak di sana tuidak pernah melihat, karena kalau ke gedung DPR tidak lewat jalan raya, apalagi naik Patas 45. Pasti mereka tinggal di ‘Negeri Awan’ lalu langsung turun ke atap gedung melalui jembatan pelangi. Jadi mereka memang tidak pernah bertemu teman-temanmu itu...

Ah, seandainya ada yang bisa Ibu lakukan...selain hanya menceritakan kepadamu. Selamat bermain, Sayangku...Ibu berharap kau merasa menjadi biji yang jatuh di tempat yang menyenangkan untuk berkecambah...

Kamis, 23 Agustus 2007

Menjadi Kontributor National geographic...

Foto : Frankie Handoyo - PAI Jakarta

Diiringi Lady in Black-Gregorian dan kopi yang sudah licin tandas,

Selamat sore, Senja Mungilku...

Pagi tadi pukul 5 kamu sudah teriak-teriak membangunkan ibu. Setelah minum susu, ibu tepuk-tepuk kepalamu yang ditumbuhi rambut sedikit ‘De’ bobok dulu ya, ibu masih ngantuk’ Lucu sekali, kamu langsung meletakkan kepala di bantal dan memejamkan mata. Sukurlah kau mengerti kalau ibumu rada pemalas, sebenarnya bukan pemalas sih..hanya tidak menyukai even bangun pagi hehehe

Hari ini ibu bahagia sekali, saat melihat artikel ibu sudah dimuat di National Geographic Indonesia. Sejumlah 17 halaman dengan gaya khas feature. Rasanya ibu ingin melonjak kegirangan (pas malemnya mau pulang, mau masuk angkot coklat jurusan Bonang – Bojong Nangka, our sweet home, ibu ingin teriak...hey penumpang sekalian, inilah penulis National Geographic pung..pung..) karena tidak terbayangkan..bahkan bermimpipun tidak untuk bisa masuk dalam jajaran kontributor majalah keren itu. Yang dulu ibu hanya bisa terkagum-kagum dengan membeli majalah bekasnya di pasar loak di Yogyakarta saat masih sekolah (waktu itu 1 eksemplar Rp 7.000,- itu artinya harus menghemat uang makan 10 kali).

Penugasan itu sebenarnya sudah lama sekali, tepatnya waktu kau masih di kandungan ibu 6 bulan, sekitar bulan November 2006. Mas Tantyo, editor in chief NG Indonesia mengatakan pada ibu via redpel ibu untuk menulis tentang anggrek Indonesia. Jadilah saat kau semakin membesar di perut ibu, kita berjalan-jalan. Kandungan berusia 7 bulan, menyusuri kawasan Pasuruhan sampai Lawang Jawa Timur untuk mengumpulkan data penganggrek di sana. Kandungan usia 8 bulan, menyusuri kawasan Lembang hingga Ciwidey. Dan tentu saja ayahmu mendampingi ibu dengan setia (waktu itu, untuk pertama kali ayahmu memenangkan kontes kuat-kuatan jalan, biasanya ibu yang menang). Yang paling ibu ingat, waktu menyusuri kawasan Lembang dimana lokasi kebun Pak Ayub yang bergunung-gunung, hujan deras lagi licin, ibu menapak setapak demi setapak karena takut jatuh. Bukan takut ibu luka, tetapi khawatir kalau kamu cedera. Ayahmu memegang tangan ibu begitu eratnya hingga kesemutan. Di balik semua itu, ibu sungguh-sungguh merasakan menjadi ‘wartawan yang sesungguhnya’.

Hari ini, Sayang...setelah hampir 1 tahun, dimana hari ini usiamu tepat 5 bulan di luar kandungan, artikel itu tercetak. Dengan fotografer life style muda yang terkenal, mas Jerry Aurum. Yang bikin haru dan kurasa kelak kau akan bangga (semoga) membaca editorial yang dibikin Mas Tantyo, kurang lebih isinya begini : (majalahnya tertinggal di rumah) :

‘ berinteraksi dengan para penulis memberi kesan tersendiri bagi saya. Salah satunya penulis Titik Kartitiani yang menuliskan anggrek asli Indonesia dengan dua batas waktu : batas waktu penulisan dan batas waktu kelahiran putri pertamanya..” Aha, kau disebut juga, Sayangku.

Begitulah, Sayang..sekelumit saksi perjalanan ibu yang kerap merampok waktu kebersamaan kita. Bukan berarti ibu lebih mementingkan karier daripada mendampingimu..bukan begitu. Semoga kau akan mengerti, bahwa ibu sangat menyayangimu melebihi apapun, dan ibu mewujudkannya dalam bahasa yang lain.

Selamat tidur, Senja Mungilku....

Selasa, 10 Juli 2007

MALL ITU...GEDE BENER

Selamat malam, Sayangku...
Maafkan Ibu sayang... hari minggu seharusnya ibu ada di rumah menunggumu. Namun ada tugas liputan yang harus ibu lakukan. Pagi itu, bahkan saat kau belum bangun..ibu sudah berangkat. Waktu menciummu, ibu serasa takkan jadi pergi. Pagi itu kau dimandikan ayahmu... (agaknya ayahmu terlalu bersemangat memakaikan sabun, hingga air bekas mandimu putih semua)

Ibu berjanji, untuk pulang sore, sebelum matahari tenggelam. Liputan memang singkat, namun perjalanan pulangnya..masyallah macetnya bukan main. Angkutan sama sekali tidak beranjak. Mana duduknya berdesakan amit-amit dah. Aneka spesies keringat membaur jadi satu. Membentuk adonan keringat yang kukira hanya ada di Indonsis. Endemik.

Setelah 1 jam merangkak pelan, baru kulihat biang keladinya. Mall yang baru berdiri, besarnya tiada tara dan di lokasi yang sangat-sangat tidak masuk akal. Cibubur Junction namanya...
Begitulah, Sayang...negeri ini. Tidak ada perencanaan sama sekali. Semua bangunan bisa berdiri asalkan ada uang. Katanya sih bukan negeri kapitalis...tetapi kenyataannya, orang-orang yang tak punya uang bakal terbuang dari republik ini.

Mall-mall itu sudah berdiri megah laksana mercu suar yang menyilaukan. Siapakah yang diterangi, Sayangku ? benarkah trickle down effect yang menjadi andalan berdirinya mall benar-benar menetes menyembuhkan dahaga anak negeri ini ?

Dalam sebuah pembukaan mall di dekat rumah kita, ibu ikut bertepuk tangan keras-keras. Seorang pejabat mengaku dengan bangga bahwa beliau berteman akran dengan bos pemilik 200 hektar komplek bisnis yang direncanakan akan dibangun. Begitulah mentalitas pejabat kita, pertemanan dengan 'orang-orang kaya' adalah prestis tersendiri. Mereka sedikit lupa kalau tugas utama mereka adalah mengingat orang-orang miskin yang mengangkatnya menjadi pejabat. Hehehe..siapa sih yang mau mengaku bahwa mereka digaji oleh gembel miskin di seantero negeri ? Dan gemebl-gembel inilah orang kaya sesungguhnya...

Ah, sudahlah Sayang. Tidur sajalah dengan nyenyak. Karena dalam mimpimu, kau bisa singgah di Republik Mimpi. Nanti ketemu sama Dik Pendi yang pinter itu. Katakan padanya, Ibu nitip salam yah...

NB: O ya, ada berita menggembirakan, hari ini Ibu dapat email dari redaktur opini Kompas kalau cerpen ibu tidak sesuai untuk Kompas. Manis bukan ?(huahahahaha)

Jumat, 06 Juli 2007

Kau Hadir Sayangku...


24 Maret 2007, 17.40 WIB
Ketika nafasku tinggal satu-satu
Ketika wajah kehilangan aliran darah
ketika nyeri sudah tak lagi terasa
Ketika harap hanya bertumpu dalam bisik doa ayahmu
Ketika jarum jam sudah bergeser 16 kali
Kau hadir, Sayangku...

Di luar sana, senja telah merentangkan sayapnya
Hangat mendekap tubuh mungilmu
Lantunan adzan maghrib ditelingamu
Mengantarkan nyaring tangismu
Untuk pertama kalinya seumur hidupku
Kurasakan senja terindah dari senja indah yang lalu
Kau hadir, Sayangku...

Kusentuh kulit merahmu
Wajah mungil yang terlelap dalam boks bayi
Bibir tipis yang sesekali mengeriut
Jemari rapuh bergerak lembut
Tuhan, kau percayakan makhluk ajaib ini
Pada kami yang baru saja melangkah
Kau hadir, Sayangku

Tangis, haus, pipis dan eek
Menjadi irama merdu yang mengalun dalam kamar biru kita
Mengetik dengan satu tangan menjadi keahlian baru
Saat kau lelap dalam dekapanku
Berhitung rumit kala di etalase toko buku
Menjadi perdebatan lucu aku dan ayahmu
Teringat susu, popok dan minyak telon
Kau hadir, Sayangku

Doaku untukmu, Sayangku
Jadilah kau bangga telah hadir di rumah mungil kami
Dengan segala remah dan renik keseharian kita
Kau datang sebagai sahabat, kekasih dan harapan kami
Selamat datang, Sayang..

(Kami memilih nama untukmu : Sausan Nada Intishar (bunga,embun, kemenangan) Kehadiranmu ditandai dengan ludesnya rumah kita oleh pencuri. Benda berharga yang hanya sedikit itu lenyap tanpa sisa. Kami mencoba tersenyum, Sayangku... saat kita tahu rumah kita kebobolan, saat itu baru kita sadari 'betapa kayanya' kita hehehehe )

Selamat datang di PERJALAN SENJA..untuk Senja Mungil yang datang menyadarkanku, aku sudah jadi ibu (simbok ?!)...semoga lembar abstrak ini bisa menjadi ruang bercerita, bercanda dan berkhayal. Sejenak beristirahat dari kesintingan dunia. Termasuk betapa kesalnya ibu, ketika blog lama tak bisa diposting lagi. http://sunrisemalam.blogdrive.com