Jumat, 30 November 2007

THE HIDDEN AGENDA...SEBUAH PEMBUNUHAN YANG MANIS


Sausan, Sayang...
Ibu hanya bisa tersenyum manyun melihatmu tertawa - tawa gembira sembari mengacung - acungkan kertas, yang akhirnya Ibu kenali sebagai serpihan novel "Constan Gardener'. Buku yang baru dibeli dan belum sempat selesai kebaca itu 'kau selesaikan' dengan manis. Ibu hanya bisa menciummu dengan gemas, lalu menyelotip satu demi satu serpihan itu. Jadilah buku itu tambal - tambalan menyedihkan.

Entahlah, melihat buku yang robek - robek itu, aku kembali ingat isinya (yang belum tuntas), lalu kejadian akhir - akhir ini yang membuatku giris. The hidden agenda...kalimat yang keren tapi mengerikan. Sebagaimana yang saya baca di Kompas hari ini, tentang tidak fair-nya virus sharing. Dulu orang amerika mengambil sampel virus flu burung dari Indonesia. Tentu saja kita sebagai bangsa 'negara ketiga' (saya paling benci pengotakan macam ini) manggut - manggut dengan lapang dada dan mengkeret kalah wibawa, memberikan virus itu. Untuk diteliti dengan harapan nanti si bangsa 'maju' itu akan memberi obat penangkalnya. Kenyataannya ? Mereka mengembalikan virus dalam bentuk vaksin yang dihargai mahal.

Virus sharing adalah kejadian yang riil, barangkali itu bentuk kekurangajaran yang kasad mata. Hidden agenda untuk sebutan dari kekuarangajaran yang dibalut manis. Misalnya penawaran bantuan kemanusiaan gempa, banjir, kemiskinan dan lain-lain. Itu tidak gratis ! Mereka memberikan itu pasti ada maunya, percayalah. Karena di kapitalisme, kata 'sumbangan' itu tak ada dalam kamus mereka.
Lebih sadis lagi, ketika hidden agenda ini disalurkan melalui para ilmuwan dan pakar negeri ini. Bukan sedikit penelitian yang dibiayai dari luar, dan penelitian itu yang kelihatannya tidak semengerikan nuklir, tetapi sebenarnya tak kalah jahat. Misalnya penelitian kesehatan, kependudukan, ekonomi dll. Berapa juta data yang bisa mereka peroleh dengan penelitian itu. Mereka bisa menguasai data Indonesia, itu berarti mereka telah masuk ke benteng pertahanan Indonesia.

Ah, Sayangku...ini hanyalah sebuah kegelisahan. Kenyataannya, di luar sana agenda - agenda tak kasad mata itu terrus ada, negeri ini terlalu berat untuk bangkit. Ibu hanya bisa tertegun ketika seseorang, di suatu even wawancara mengatakan 'Kapan kita bisa menyanyikan lagu Padamu Negeri dengan kepala tegak ?". Segala isu bisa jadi alat. Termasuk yang kini hangat dibicarakan, konferensi lingkungan di Bali. Carbon trading, isu kemiskinan dll adalah alat untuk menyembunyikan niat - niat itu. Alat untuk cuci tangan dengan dosa yang telah mereka lakukan, jauh sebelum kmu dan ibu lahir. Kenapa negeri ini harus menanggung ? Karena negeri ini memang merelakan untuk itu. Negeri kita baru pada tahap begitu bangga ketika bisa mengagumi produk luar, tak pedul;i bagaimana cara membuatnya...

My little Sunset,
Ibu bukanlah anti orang asing, atau anti AS seperti orang - orang yang anti AS. Ibu hanya ingin seperti Ikal yang bsia bermonolog dengan Adam Smith dan Roma Irama, dimana ia bisa melontarkan kata 'Dosen Perancismu yang goblok' Betapa berbedanya keadaan sekarang dengan keadaan dimana John Perkin datang ke Indonesia (bandung) 20-an tahun silam. Percakapan mahasiswa dan generasi muda di sana begitu PD dan smart. Ditambah juga cerita wartawan Australia dalam 'Dangerous Living', betapa orang - orang putih itu menghormati negeri ini.

Sabtu kemarin, suhu Jakarta mencapai 45 derajad celsius, tanaman di rumah kita banyak yang gosong daunnya. Tadi pagi temanmu, si bayi pipi gembul dengan lesung pipit, yang mangkal di ATM bersama perempuan sialan (kuyakin bukan ibunya), sudah bertambah dewasa. Matanya sekarang tidak sesipit 2 minggu lalu, masih sempat memancarkan cahaya ceria. Temanmu itu belum tahu, seharusnya dia berhak untuk bobo' di kasur empuk dan menghirup wangi bunga, bukan asap knalpot. Nun jauh di sana, ada juga yang mempersiapkan Pemilu 2009 yang masih 2 tahun lagi. Ah, sudahlah Sayang..cukup untuk hari ini. Ibu lelah sekali.


Tidak ada komentar: