Minggu, 27 Juli 2008

Seandainya novel saya terbit...


Baru saja saya baca email Pak Anwar Holid dari milist, judulnya 'Menjaga Api Semangat Menulis'. Saya baca kalimat demi kalimat, rasanya seperti cermin diri saya.

Ya, akhir - akhir ini rasanya tak lagi semangat menulis. Banyak ide, banyak impian, tetapi rasanya hanya berpusing di kepala lantas meledak berkeping - keping. Serpihan itu menguap tanpa bekas. Begitulah.

Dari tulisan Pak Anwar Holid itu, saya seperti disadarkan bahwa jika kita malas menulis, musti menengok ke belakang : motivasi. Motivasi apa yang membuat kita menulis. Kembali saya mengingat kenapa saya belajar menulis kala itu ??

Awalnya saya menulis karena ingin mengatakan sesuatu pada seseorang (hehehehe), tanpa berani mengungkapkan di depannya. Lalu 'mencipta dunia' ideal menurut saya. Jadilah saya menulis cerpen tentang romantika termehek - mehek. Dari SMA hingga semerter awal kuliah, sekitar 25-an cerpen dimuat di Mingguan Jaya Baya. Padahal waktu itu saya tidak punya mesin ketik. Saya memakai mesin ketik ayah saya secara diam - diam.

Kemudian kuliah, sayapun menulis 'idealis' di koran dan mimbar mahasiswa. Kala itu dilandasi pengaruh bukunya Soe Hok Gie. Saya beberapa kali menulis masalah lingkungan hidup di mimbar mahasiswa Solopos. Dan beberapa puisi. Juga beberapa obrolan ringan di Suara Merdeka. Entah kapan tepatnya, kala itu saya bercita - cita menjadi penulis novel. Paling tidak sebelum umur 25 tahun, sudah ada novel (ataupun buku science) yang ditulis atas nama saya.

Di akhir - akhir kuliah, saya pun menulis. kala itu tujuannya bergeser, saya butuh uang terutama untuk naik gunung. Begitulah, sayapun menulis. Dari salah satu cerpen yang dimuat plus berhutang dari teman, saya bisa sampai ke Mahameru yang waktu itu menurut saya sangat mahal biayanya.

Kini, saya menulis, tiap hari. Karena pekerjaan saya memang menulis berita. Pada dasarnya sama motivasinya, menulis demi uang. Walaupun terkadang ada berita yang memang saya sukai sehingga saya menulis sepenuh hati. Tetapi memang ada tema yang saya tidak suka dan harus menulis. Itulah yang kerap menghabiskan energi. Karena ini tugas, sayapun harus menulis. Ketika energi terkuras, saya hanya bisa menatap draft novel saya yang semakin berdebu.

Kata Pak Anwar, kita harus jujur tentang motivasi menulis. Memang, saya menulis (yang bukan pekerjaan) memang uang salah satu motivasinya. Ya hanya salah satu. Karena kalau memang uang adalah motivasi segalanya, saya akan menerima tawaran beberapa penerbit yang berniat mengontrak saya untuk menulis tetapi dengan nama samaran. Ini bukan masalah idealis, tetapi sebenarnya lebih pada perwujudan impian.

Impian saya masih sama dengan tahun - tahun yang lalu : menulis novel, tinggal di rumah kayu dengan halama penuh bunga.

Tahun 2007 silam, ada satu kumpulan cerita anak berhasil diterbitkan atas nama saya. Bahagia. Walaupun tidak sepenuhnya. Karena buku itu hanya diedarkan terbatas. Setiap kali saya ada di toko buku, saya bertanya : kapankah nama saya ada di salah satu buku - buku itu ?

Catatan di balik layar : Menulis... menulis..menulis

Tidak ada komentar: