Kamis, 31 Juli 2008

Why must be amicable?



Kenapa mesti baik hati ?
Barangkali itu pertanyaan konyol. Hanya saya, pertanyaan ini muncul ketika saya menghadapi suatu keadaan, dimana baik hati dan dedikasi bukan lagi menjadi tolok ukur pada sebuah penilaian (dalam hal ini scoring). Terkadang memang kita harus menerima ketiak segalanya dihitung dari angka yang dihasilkan secara kuantitatif, bukan kualitatif. Bukan pula melihat bagaaimana sebuah proses sesuatu itu dihasilkan.

Pada saat akal sehat dan kata hati yang tulus itu berjalan normal, dengan senang hati saya melakukan banyak hal dengan segala keikhlasan. Sesuatu yang boleh tidak saya kerjakan, namun saya kerjakan karena kata hati saya mengatakan baiklah harus dilakukan. Konon kata hati yang paling dalam adalah sebagian dari manusia yang selalu menunjukkan kebaikan.(hanya pada kenyataannya, yang kita anggap itu adalah perbuatan amal kita, tidak dinilai amal oleh orang lain. Terkadang mereka lupa kalau kita sudah bersusah payah untuknya. Kenyataannya, semua itu tidak ada hasil yang konkrest atau peningkatan grafik kuantitaf yang kasad mata)

Pada saat akal sehat dan kata hati saya juga sehat, mereka berdua selalu menyemangati untuk melakukan yang terbaik. Membabat segala halangan, mendedikasikan untuk keidealisan. Kalau toh itu gagal, kamu sudah berproses di dalamnya.
Pada kenyataannya, gagal is gagal. NOT MORE ! Karena scoring itu berdasarkan hasil, bukan proses yang tak dapat diukur dengan alat kuantitatif. Menyedihkan. Melelahkan.Menjatuhkan.

Perlahan namun pasti, kata hati itu ternyata masih setia menemani. Di saat-saat genting dan tak dapat dikendalikan, diapun hanya diam lantas menatap dengan pilu. ketika semakin berantakan, dia mencoba bangkit. Ketika sudah pada titik pasrah, diapun membisikkan sesuatu : KENAPA KITA HARUS JATUH, BRUCE ? KARENA KITA HARUS BELAJAR UNTUK BANGKIT LAGI. You're never give up, Alfred ? NEVER !!Itu salah satu fragmen Batman Begin.

Kusadari, baik hati memang tidak ada scoringnya. Namun tak penting itu penghargaan, karena saat berbuat baik itulah keindahan dirasakan. Proses memang tak ada yang peduli, tapi ada banyak mata yang lain yang akan selalu meletakkan diri kita di antara orang - orang yang layak dihargai. Minimal penghargaan itu datang dari diri kita sendiri. Jadi, bolehlah jatuh, tapi jangan menyerah. Karena menyerah itu artinya melumuri diri dengan kotoran ayam, bau !

1 komentar:

Anonim mengatakan...

berbuat baik tidak seperti bermain sepak bola. memasukkan bola, maka si pencetak gol disebut pemurah, baik hati, karena telah membawa timnya menang.
berbuat hati bukan permainan beregu. tapi sangat individu. saking individunya, gak perlu org lain tau. karena jurinya, Tuhan sendiri, yang akan mengingat kebaikan kita.
bebaik hati juga bukan semacam perlombaan, seperti woro2 menyiarkan lomba makan krupuk. tapi berbuat baik itu inisiatif diri. yg dicetuskan dari nurani, yg telah dididik oleh mata hati dan kebaikan Tuhan.
hehe...just the thought, tik.